Minggu, 24 Februari 2013

Marketing dan Konsep Dasar Jasa

REPORT 1 Marketing dan Konsep Dasar Jasa Manajemen Pemasaran dan Marketing Manajemen pemasaran secara umum merupakan salah satu bentuk usaha mengatur sekaligus mengendalikan produk barang atau jasa yang kemudian bernilai menambah nilai atau kepuasan bagi konsumen dan keuntungan berupa laba untuk produsen. Setiap lembaga atau instansi dalam menjalankan aktivitas ekonominya pasti membutuhkan manajemen pemasaran yang baik, dan tertata dengan rapih terutama lembaga atau instansi yang bersifat mencari keuntungan atau laba. Dalam konsep ekonomi dan manajemen dikenal istilah marketing, dalam pengertiannya marketing diartikan sebagai suatu proses manajerial yang menghasilakan barang atau jasa yang berbeda dengan konsep atau produk lainnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemasaran atau marketing, diantaranya adalah Value (nilai), Satisfication (Kepuasan), Quality (kualitas), Transaction (transaksi), Exchange, Relationship (relasi atau keterkaitan/hubungan). Kegiatan ekonnomi dan bisnis tidak terlepas juga dengan istilah produk atau sesuatu yang di pasarkan atau dtawarkan di pasar, seuatu yang dimaksud dalam konteks ini adalah bukan hanya merupakan produk yang dapat dikonsumsi semata, tetapi dalam konsep produk ini adalah berupa idea tau gagasan, dan lain-lain. Konsep Dasar Jasa Jasa secara pengetiannya bersifat abstrak atau tidak berbentuk fisik, jasa tidak dapat dirasa, diraba, dialami atau didengar seblum jasa itu dibeli. Pelanggan dalam hal ini dapat membeli jasa, dapat dikonsumsi namun tidak dapat dimiliki. Jasa juga bersifat variability yang berarti tidak dapat distandarisasikan, desain kebutuhan pelanggan bersifat dipengaruhi oleh musim dan permintaannya pun fluktuatif. Secara umum pemasaran dalam konteks pemasaran jasa merupakan salah satu produk dari lembaga atau instansi yang menjual atau meneydiakan jasa sebagai bahan untuk menghasilkan keuntungan.

Selasa, 12 Februari 2013

UNTUKMU PENDIDIKAN INDONESIA !!!



UNTUKMU PENDIDIKAN INDONESIA !!!

I
ndonesia negeri yang teramat potensial dalam berbagai bidang-bidang yang menunjang kehidupan manusia. Sebagai Negara kepulauan yang cukup luas, Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting demi keberlangsungan pembangunan berskala nasional maupun intenasional.
Pada hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi sebagai pemersatu bangsa,  penyamaan kesempatan meraih pendidikan, dan pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga Negara untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
Visi pendidikan nasional seperti halnya yang termaktub dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Mengingat akan pentingnya pendidikan dalam rangka menunjang segala aktivitas manusia, maka telah menjadi sebuah kewajiban bagi setiap warga Negara untuk berperan aktif dalam rangka penyelenggarakan sebuah pendidikan yang bermutu dan berkarakter. Begitu pula apabila kita lihat dalam konteks kaum intelektual yang memperoleh pendidikan, mengutip perkataan Anies Baswedan “mendidik adalah tugas orang-orang terdidik”.
Bermula dari perkataan singkat yang bermakna lugas, pada akhirnya menggugah semangat pemuda dan kaum intelektualis di kampus penulis, sebagai kampus pendidikan dan kampus perjuangan untuk kemudian memberikan sumbangsih lebih untuk pendidikan di Indonesia yang merata untuk semua kalangan baik tingkat ekonomi tinggi terlebih bagi masyarakat yang tergolong kepada masyarakat yang memiliki ekonomi yang layak dibantu.
Sebuah program yang dicanangkan Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat Universitas maupun tingkat fakultas untuk pemerataan pendidikan di lingkungan Kota metropolitan seperti Jakarta khusunya. Sebuah program yang diberi nama Community Development (comdev) yang berbentuk rumah belajar untuk anak-anak jalanan dan anak kurang mampu yang berada di empat daerah di Kota Jakarta Timur seperti daerah Pedongkelan, Sunan giri, kampong bali dan daerah velodrome.
Community development berawal dari semangat mahasiswa UNJ untuk  melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang tergerak untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat. Melalui program ini, mahasiswa UNJ mencoba meningkatkan taraf hidup masyarakat salah satunya melalui pendidikan. Melalui program ini juga kami berusaha untuk memfasilitasi segala keperluan pesertadidik dalam hal pembelajaran. Sehingga diharapkan melalui program ini mereka dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan membentuk mentalitas dan penanaman nilai sekaligus moral yang baik untuk anak-anak jalanan khususnya mereka yang tidak memperoleh pendidikan secara formal dari bangku sekolah.
Melalui program pembinaan terhadap masyarakat yang tidak dapat memperoleh pendidikan secara formal ini, meskipun dalam bentuk yang tidak seberapa besar harapan bahwasannya pengupayaan pemerataan pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat di Indonesia khususnya di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat terlaksana dengan berkelanjutan dan tujuan pendidikan dalam UUD 1945 mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sudah menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat terlebih pemuda dan atau mahasiswa dalam membangun pendidikan yang bermutu dan berkualitas untuk negeri adalah sebuah tugas proyek besar dalam perjuangan untuk kemajuan pembangunan bangsa. Seperti kekata sang negarawan John F Kennedy “jangan pernah menanyakan apa yang telah Negara berikan untukmu, tapi pertanyakanlah apa yang telah kau berikan untuk Negara ?”, lakukanlah apa yang hari ini bisa dan sanggup kita lakukan untuk pendidikan di tanah air tercinta ini Indonesia.

Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922)






Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009


Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922. Menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada Kongres Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif. Tan Malaka (1897-1949) dipilih sebagai ketua Partai Komunis Indonesia pada tahun 1921, tetapi pada tahun berikutnya dia dipaksa untuk meninggalkan Hindia Belanda oleh pihak otoritas koloni. Setelah proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus 1945, dia kembali ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Dia menjadi ketua Partai Murba (Partai Proletar)), yang dibentuk pada tahun 1948 untuk mengorganisir kelas pekerja oposisi terhadap pemerintahan Soekarno. Pada bulan Februari 1949 Tan Malaka ditangkap oleh tentara Indonesia dan dieksekusi.

Kamerad! Setelah mendengar pidato-pidato Jenderal Zinoviev, Jenderal Radek dan kamerad-kamerad Eropa lainnya, serta berkenaan dengan pentingnya, untuk kita di Timur juga, masalah front persatuan, saya pikir saya harus angkat bicara, atas nama Partai Komunis Jawa, untuk jutaan rakyat tertindas di Timur.
Saya harus mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua jenderal tersebut. Mungkin Jenderal Zinoviev tidak memikirkan mengenai sebuah front persatuan di Jawa; mungkin front persatuan kita adalah sesuatu yang berbeda. Tetapi keputusan dari Kongres Komunis Internasional Kedua secara praktis berarti bahwa kita harus membentuk sebuah front persatuan dengan kubu nasionalisme revolusioner.  Karena, seperti yang harus kita akui, pembentukan sebuah front bersatu juga perlu di negara kita, front persatuan kita tidak bisa dibentuk dengan kaum Sosial Demokrat  tetapi harus dengan kaum nasionalis revolusioner. Namun taktik yang digunakan oleh kaum nasionalis seringkali berbeda dengan taktik kita; sebagai contoh, taktik pemboikotan dan perjuangan pembebasan kaum Muslim, Pan-Islamisme. Dua hal inilah yang secara khusus saya pertimbangkan, sehingga saya bertanya begini. Pertama, apakah kita akan mendukung gerakan boikot atau tidak? Kedua, apakah kita akan mendukung Pan-Islamisme, ya atau tidak? Bila ya, seberapa jauh kita akan terlibat?
Metode boikot, harus saya akui, bukanlah sebuah metode Komunis, tapi hal itu adalah salah satu senjata paling tajam yang tersedia pada situasi penaklukan politik-militer di Timur. Dalam dua tahun terakhir kita telah menyaksikan keberhasilan aksi boikot rakyat Mesir 1919 melawan imperialisme Inggris, dan lagi boikot besar oleh Cina di akhir tahun 1919 dan awal tahun 1920. Gerakan boikot terbaru terjadi di India Inggris. Kita bisa melihat bahwa dalam beberapa tahun kedepan bentuk-bentuk pemboikotan lain akan digunakan di  timur. Kita tahu bahwa ini bukan metode kita; ini adalah sebuah metode borjuis kecil, satu metode kepunyaan kaum borjuis nasionalis. Lebih jauh kita bisa mengatakan; bahwa pemboikotan berarti dukungan terhadap kapitalisme domestik; tetapi kita juga telah menyaksikan bahwa setelah gerakan boikot di India, kini ada 1800 pemimpin yang dipenjara, bahwa pemboikotan telah membangkitkan sebuah atmosfer yang sangat revolusioner, dan gerakan boikot ini telah memaksa pemerintahan Inggris untuk meminta bantuan militer kepada Jepang, untuk menjaga-jaga kalau gerakan ini akan berkembang menjadi sebuah pemeberontakan bersenjata. Kita juga tahu bahwa para pemimpin  Mahommedan di India – Dr. Kirchief, Hasret Mahoni dan Ali bersaudara – pada kenyataannya adalah kaum nasionalis; kita tidak melihat sebuah pemberontakan ketika Gandhi dipenjara. Tapi rakyat di India sangat paham seperti halnya setiap kaum revolusioner disana: bahwa sebuah pemberontakan lokal hanya akan berahir dalam kekalahan, karena kita tidak punya senjata atau militer lainnya di sana, oleh karena itu masalah gerakan boikot akan, sekarang atau di hari depan, menjadi sebuah masalah yang mendesak bagi kita kaum Komunis. Baik di India maupun Jawa kita sadar bahwa banyak kaum Komunis yang cenderung ingin memproklamirkan sebuah gerakan boikot di Jawa, mungkin karena ide-ide Komunis yang berasal dari Rusia telah lama dilupakan, atau mungkin ada semacam pelepasan mood Komunis yang besar di India yang bisa menentang semua gerakan. Bagaimanapun juga kita dihadapkan pada pertanyaan: apakah kita akan mendukung taktik ini, ya atau tidak? Dan seberapa jauh kita akan mendukung?
Pan-Islamisme adalah sebuah sejarah yang panjang. Pertama saya akan berbicara tentang pengalaman kita di Hindia Belanda dimana kita telah bekerja sama dengan kaum Islamis. Di Jawa kita memiliki sebuah organisasi yang sangat besar dengan banyak petani yang sangat miskin, yaitu Sarekat Islam. Antara tahun 1912 dan 1916 organisasi ini memiliki sejuta anggota, mungkin sebanyak tiga atau empat juta. Itu adalah sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang timbul secara spontan dan sangat revolusioner.
Hingga tahun 1921 kita berkolaborasi dengan mereka. Partai kita, terdiri dari 13,000 anggota, masuk ke pergerakan popular ini dan melakukan propaganda di dalamnya. Pada tahun 1921 kita berhasil membuat Sarekat Islam mengadopsi program kita. Sarekat Islam juga melakukan agitasii pedesaan mengenai kontrol pabrik-pabrik dan slogan: Semua kekuasaan untuk kaum tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum proletar! Dengan demikian Sarekat Islam melakukan propaganda yang sama seperti Partai Komunis kita, hanya saja terkadang menggunakan nama yang berbeda.
Namun pada tahun 1921 sebuah perpecahan timbul karena kritik yang ceroboh terhadap kepemimpinan Sarekat Islam. Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam mengeksploitasi perpecahan ini, dan juga mengeksploitasi keputusan Kongres Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa kata mereka kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu berlebihan bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah kehilangan segalanya di dunia ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak akan! Ini adalah cara seorang Muslim jelata berpikir. Para propagandis dari agen-agen pemerintah telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik. Jadi kita pecah. [Ketua: Waktu anda telah habis]
Saya datang dari Hindia Belanda, dan menempuh perjalanan selama empat puluh hari .[Tepuk Tangan]
Para anggota Sarekat Islam percaya pada propaganda kita dan tetap bersama kita di perut mereka, untuk menggunakan sebuah ekspresi yang popular, tetapi di hati mereka mereka masih bersama Sarekat Islam, dengan surga mereka. Karena surga adalah sesuatu yang tidak bisa kita berikan kepada mereka. Karena itulah, mereka memboikot pertemuan-peretemuan kita dan kita tidak bisa melanjutkan propaganda kita lagi.
Sejak awal tahun lalu kita telah bekerja untuk membangun kembali hubungan kita dengan Sarekat Islam. Pada kongres kami bulan Desember tahun lalu kita mengatakan bahwa Muslim di Kaukasus dan negara-negara lain, yang bekerjasama dengan Uni Soviet dan berjuang melawan kapitalisme internasional, memahami agama mereka dengan lebih baik, kami juga mengatakan bahwa, jika mereka ingin membuat sebuah propaganda mengenai agama mereka, mereka bisa melakukan ini, meskipun mereka tidak boleh melakukannya di dalam pertemuan-pertemuan tetapi di masjid-masjid.
Kami telah ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim - ya atau tidak? Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita menjawabnya? Ya, saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim [Tepuk Tangan Meriah], karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia! [Tepuk Tangan Meriah] Jadi kami telah mengantarkan sebuah kekalahan pada para pemimpin mereka dengan Qur’an di tangan kita, dan di kongres kami tahun lalu kami telah memaksa para pemimpin mereka, melalui anggota mereka sendiri, untuk bekerjasama dengan kami.
Ketika sebuah pemogokan umum terjadi pada bulan Maret tahun lalu, para pekerja Muslim membutuhkan kami, karena kami memiliki pekerja kereta api di bawah kepemimpinan kami. Para pemimpin Sarekat Islam berkata: Anda ingin bekerjasama dengan kami, jadi Anda harus menolong kami juga. Tentu saja kami mendatangi mereka, dan berkata: Ya, Tuhan Anda maha kuasa, tapi Dia telah mengatakan bahwa di dunia ini pekerja kereta api adalah lebih berkuasa! [Tepuk Tangan Meriah] Pekerja kereta api adalah komite eksekutif Tuhan di dunia ini. [Tertawa]
Tapi ini tidak menyelesaikan masalah kita, jika kita pecah lagi dengan mereka kita bisa yakin bahwa para agen pemerintah akan berada di sana lagi dengan argumen Pan-Islamisme mereka. Jadi masalah Pan-Islamisme adalah sebuah masalah yang sangat mendadak.
Tapi sekarang pertama-tama kita harus paham benar apa arti sesungguhnya dari kata Pan-Islamisme. Dulu, ini mempunyai sebuah makna historis dan berarti bahwa Islam harus menaklukkan seluruh dunia, pedang di tangan, dan ini harus dilakukan di bawah kepemimpinan seorang Khalifah [Pemimpin dari Negara Islam – Ed.], dan Sang Khalifah haruslah keturunan Arab. 400 tahun setelah meninggalnya Muhammad, kaum muslim terpisah menjadi tiga Negara besar dan oleh karena itu Perang Suci ini telah kehilangan arti pentingnya bagi semua dunia Islam. Hilang artinya bahwa, atas nama Tuhan, Khalifah dan agama Islam harus menaklukkan dunia, karena Khalifah Spanyol mengatakan, aku adalah benar-benar Khalifah sesungguhnya, aku harus membawa panji [Islam], dan Khalifah Mesir mengatakan hal yang sama, serta Khalifah Baghdad berkata, Aku adalah Khalifah yang sebenarnya, karena aku berasal dari suku Arab Quraish.
Jadi Pan-Islamisme tidak lagi memiliki arti sebenarnya, tapi kini dalam prakteknya memiliki sebuah arti yang benar-benar berbeda. Saat ini, Pan-Islamisme berarti perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim Islam adalah segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga Negara, ekonomi, makanan, dan segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti persaudaraan antar sesama Muslim, dan perjuangan kemerdakaan bukan hanya untuk Arab tetapi juga India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi juga kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan kapitalisme secara keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia di antara rakyat kolonial yang tertindas, menurut propaganda rahasia mereka – perjuangan melawan semua kekuasaan imperialis di dunia.
Ini adalah sebuah tugas yang baru untuk kita. Seperti halnya kita ingin mendukung perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaaan imperialis. Karena itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-Islamisme, dalam pengertian ini?