Senin, 04 Mei 2015

Negeri yang Dikutuk

Sumber Foto : lenterapembebasanartshop.blogspot.com

Waktu terus bergulir lepas tak ada makluk yang mampu mengendalikannya, selain Tuhan. Kian hari kian lama kegalauan makin menjadi, tapi berhenti mengutuki bangsa ini dengan makian, atau berbicara bangsa ini abnormal karena tidak berjalan sesuai rule yang selayaknya sebagai negara yang ideal. Salah besar jika kita bilang bangsa ini sedang dikutuk, bangsa ini hanya sedang bangkit meskipun merangkak, bangsa ini hanya sedang berjalan meski gelap, hanya perlu sebatang lilin yang memberikan cahaya agar arahnya benar.

Coba saja tengok di pagi hari, rakyat di negeri ini bangun sebelum pagi bahkan mendahului matahari terbit di bagia timur, bertebaran di muka bumi, memenuhi tempat jual beli rakyat, dijalan atau bahkan di kelas kelas tempat menimba ilmu, bahkan sebagian dari mereka harus bertaruh dengan nyawa demi menyongsong dan memenuhi hajat hidup mereka. Sebagian besar dari mereka rela menjalani kehidupan yang berat dengan penuh tanggung jawab. Lantas apa dan bagian mana yang dikutuk? Keresahan di bangsa ini bukan bersumber dari rakyatnya rupanya, melainkan pada mereka yang diamanahi sebagai pengurus negara, berbagai urusan negara yang berpegaruh dalam kehidupan rakyatnya seolah berjalan tanpa target yang real. Berbagai wacana hanya sampai dalam tahap rencana dan tak kunjung terlaksana dalam wujud kerja yang nyata. Di negeri yang dikutuk, pengurus negara berhasil menanamkan dan menumbuhkan benih benih pesimisme dalam jiwa rakyatnya. Pengurus negara berhasil menyemai bibit kekecewaan yang kolektif dalam jiwa rakyatnya, tak sepenuhnya salah jika ada yang menggerutu mengutuki.

Belum genap satu tahun masa kepemimpinan bergulir dan jatuh dipundak salah satu anak bangsa putra bangsa yang berhasil menebar aroma lewat citranya. Bangsa yang punya jiwa besar karena dibangun dari bapak bapak bangsa yang kecintaan pada bangsa melebihi cintanya untuk dirinya sendiri, yang ulung dalam berbicara dan besar dalam kerja nyata dan integritasnya, bukan hanya dibangun karena citra. Bukan karena citranya, namun karena integritas yang tiggi dan kehidupan kesehariannya yang membuat mempesona, mempesona ketika berbicara, atau mempesona ketika mengeluarkan ide. Bangsa ini hanya perlu pengurus yang memiliki integritas dan kecitaan yang besar terhadap bangsa dan rakyatnya. Bangsa ini hanya perlu pengurus yang berani berkata “tidak” dalam setiap tindakan yang berpotens memperburuk nasib rakyatnya.

Bangsa ini hanya perlu pemimpin yang berkata “tidak” terhadap kepentingan asing yang mengeruk kekayaan negeri. Beberapa bulan lalu coba saja tengok di negeri yang dikutuk, kekayaan dan sumber daya yang sepenuhnya milik rakyat dirampas kembali karena teken kontrak dengan asing. Bangsa ini hanya membutuhkan pemimpin yang berani berperang dengan genderang perang, yang berani berdiri di depan menerobos dan siap dengan segala konsekuensi, bukan berani mati dan maju ala kadarnya. Pengurus negeri ini hanya perlu memaksimalkan amunisi politik yang berpengaruhya, karena rakyat di negeri yang dikutuk ini tak butuh pengumuman hasil rapat, atau sekedar turun ke selokan. Bangsa yang dikutuk ini hanya perlu pengurus yang bukan hanya memesona saat dilihat dari layar kaca atau berita, tapi justru pengurus yang memesona saat kerja bersama.

Rakyat di negeri yang dikutuk tak perlu pengurus negara yang enggan dalam bertindak dan suka melimpahkan kesalahan kepada bawahanya, bukan pengurus yang saling lempar kesalahan sesama pengurus lainnya, bukan juga pengurus yang bertugas hanya sebagai petugas partai, bukan pengurus yang hanya mementingkan kepentingan dirinya dan golongannya, usah jadi pengurus jika hanya berpikir tentang negara partai politik, lebih baik jadi pemimpin partai saja, usah mengurusi banyak orang jika hanya mau keadilan hanya milik golonganmu! Beberapa waku lalu di negeri yang dikutuk di dera dengan berbagai masalah yang membuatnya dikutuki rakyatnya bahkan oleh negara tetangganya. Di negeri yang dikutuk, oligark bermain mendominasi, senggol sana senggol sini, asal mampu memenuhi hasrat berbagai cara rela dilakukan, bermodal materi dan kuasa semua bisa dibeli. Coba tengok demokrasi dan riwayatnya kini, compang camping meski dibalut memakai kain sutra nan indah.

Pengurus negara di negeri yang dikutuk saling lempar wewenang, lembaga hukum dibalut gambar dan fungsi ideal yang indah tapi tidak mengindahkan, di negeri yang dikutuk ini hari ini dituduh besok akan balik menuduh, dijadikan tersangka kemudian menjadikan tersangkakan orang lain, di tahan kemudian menuding dan melempar kuasa, ambisinya hanya soal kuasa dan tahta, semua tentang kuasa. Tak mau disalahkan, malu berkata benar jika salah tapi berteriak lantang jika menyalahkan. Di negeri yang dikutuk ini Lembaga hukum kebal hukum, hebat bukan? Negeri yang dikutuk ini, pemuda nya banyak yang pintar tapi membodohi. Rajin membagakan diri tapi enggan bersosialisasi apalagi dengan orang diluar golongan dan kepentingannya. Di negeri yang dikutuk ini anak mudanya bisa dibeli idealisme nya, berdiri lantang didepan membusungkan dada seolah olah jadi pahlawan untuk rakyatnya, seolah olah berdiri sendiri, padahal disokong kepentingan. Di negeri yang dikutuk ini setiap jiwa yang muda dibeli untuk menjadi gembalaan sang juragan, dicocok hidungnya dengan kepentingan golongan dengan tapi bangga tegap berdiri.

Bagaimana bisa kemudian langkah negeri yang dikutuk itu bisa bangkit kembali jika pemudanya saja dibubuhi “bubuk penawar” ? Saya yakin yang terjadi pada pengurus negeri ini bukan karena tak mampu memimpin melainkan hanya dampak dari nihilnya keberanian membongka yang buntu dan keluar dari zona aman, hanya belum menggunakan amunisi politik saja. Sesederhana itu bukan.. negeri yang dikutuk itu hanya perlu pengurus negara yang berjiwa negarawan, bukan hanya jiwa bangsawan, dan politisi, hanya perlu pengurus yang menerima dan menguatkan pundak bukan melempar dan melepaskan, hanya perlu pengurus mendekat dan melihat lebih dalam bukan jauh dan membuang muka, hanya perlu pengurus mempesona saat bekerja bersama bukan Cuma mempesona saat dilihat dari layar kaca atau berita, hanya perlu yang bekerja saat dibersamai, membersamai, dan bahkan tidak bersama dan membersamai. Dan yang paling terpenting, negeri ini tidak pernah dikutuk jika tak ada yang mengutuk bukan? Pun sama halnya, negeri ini hanya butuh rakyat yang berani, berani menyampaikan yang benar terlepas dari kepentingan pribadi atau golongan, hanya perlu mereka yang berani menukarkan ego pribadinya untuk kepentingan bersama. Negeri yang dikutuk setiap rakyatnya hanya perlu menelurkan positif sejak dalam pikiran dan perbuatan untuk bangkit bersama dan memberi setitik cahaya untuk negeri yang sedang merangkak maju dalam gelap, bukan? Sengaja meminjam kekata salah satu anak bangsa, Anis Baswedan, “ Republik ini didirikan oleh para pemberani: berani dirikan negara yang bineka.”
Tugas kita hanya perlu belajar menjaga dan merawat bineka itu dengan Cinta, agak kelak anak dan cucu kita bangga bahwa Negeri ini pernah dirawat oleh para pemberani yang berani bertarung dan berusaha untuk kepentingan orang banyak.

1 komentar: