Penerjemah: Ted
Sprague, Agustus 2009
Ini adalah
sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada
Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922. Menentang
thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada Kongres Kedua, yang telah
menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-Islamisme”, Tan Malaka
mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif. Tan Malaka (1897-1949)
dipilih sebagai ketua Partai Komunis Indonesia pada tahun 1921, tetapi pada
tahun berikutnya dia dipaksa untuk meninggalkan Hindia Belanda oleh pihak
otoritas koloni. Setelah proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus 1945, dia
kembali ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam perjuangan melawan penjajahan
Belanda. Dia menjadi ketua Partai Murba (Partai Proletar)), yang dibentuk pada
tahun 1948 untuk mengorganisir kelas pekerja oposisi terhadap pemerintahan
Soekarno. Pada bulan Februari 1949 Tan Malaka ditangkap oleh tentara Indonesia
dan dieksekusi.
Kamerad!
Setelah mendengar pidato-pidato Jenderal Zinoviev, Jenderal Radek dan
kamerad-kamerad Eropa lainnya, serta berkenaan dengan pentingnya, untuk kita di
Timur juga, masalah front persatuan, saya pikir saya harus angkat bicara, atas
nama Partai Komunis Jawa, untuk jutaan rakyat tertindas di Timur.
Saya harus
mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua jenderal tersebut. Mungkin Jenderal
Zinoviev tidak memikirkan mengenai sebuah front persatuan di Jawa; mungkin
front persatuan kita adalah sesuatu yang berbeda. Tetapi keputusan dari Kongres
Komunis Internasional Kedua secara praktis berarti bahwa kita harus membentuk
sebuah front persatuan dengan kubu nasionalisme revolusioner. Karena,
seperti yang harus kita akui, pembentukan sebuah front bersatu juga perlu di
negara kita, front persatuan kita tidak bisa dibentuk dengan kaum Sosial
Demokrat tetapi harus dengan kaum nasionalis revolusioner. Namun taktik
yang digunakan oleh kaum nasionalis seringkali berbeda dengan taktik kita; sebagai
contoh, taktik pemboikotan dan perjuangan pembebasan kaum Muslim,
Pan-Islamisme. Dua hal inilah yang secara khusus saya pertimbangkan, sehingga
saya bertanya begini. Pertama, apakah kita akan mendukung gerakan boikot atau
tidak? Kedua, apakah kita akan mendukung Pan-Islamisme, ya atau tidak? Bila ya,
seberapa jauh kita akan terlibat?
Metode
boikot, harus saya akui, bukanlah sebuah metode Komunis, tapi hal itu adalah
salah satu senjata paling tajam yang tersedia pada situasi penaklukan
politik-militer di Timur. Dalam dua tahun terakhir kita telah menyaksikan
keberhasilan aksi boikot rakyat Mesir 1919 melawan imperialisme Inggris, dan
lagi boikot besar oleh Cina di akhir tahun 1919 dan awal tahun 1920. Gerakan
boikot terbaru terjadi di India Inggris. Kita bisa melihat bahwa dalam beberapa
tahun kedepan bentuk-bentuk pemboikotan lain akan digunakan di timur.
Kita tahu bahwa ini bukan metode kita; ini adalah sebuah metode borjuis kecil,
satu metode kepunyaan kaum borjuis nasionalis. Lebih jauh kita bisa mengatakan;
bahwa pemboikotan berarti dukungan terhadap kapitalisme domestik; tetapi kita
juga telah menyaksikan bahwa setelah gerakan boikot di India, kini ada 1800
pemimpin yang dipenjara, bahwa pemboikotan telah membangkitkan sebuah atmosfer
yang sangat revolusioner, dan gerakan boikot ini telah memaksa pemerintahan
Inggris untuk meminta bantuan militer kepada Jepang, untuk menjaga-jaga kalau
gerakan ini akan berkembang menjadi sebuah pemeberontakan bersenjata. Kita juga
tahu bahwa para pemimpin Mahommedan di India – Dr. Kirchief, Hasret
Mahoni dan Ali bersaudara – pada kenyataannya adalah kaum nasionalis; kita
tidak melihat sebuah pemberontakan ketika Gandhi dipenjara. Tapi rakyat di
India sangat paham seperti halnya setiap kaum revolusioner disana: bahwa sebuah
pemberontakan lokal hanya akan berahir dalam kekalahan, karena kita tidak punya
senjata atau militer lainnya di sana, oleh karena itu masalah gerakan boikot
akan, sekarang atau di hari depan, menjadi sebuah masalah yang mendesak bagi
kita kaum Komunis. Baik di India maupun Jawa kita sadar bahwa banyak kaum
Komunis yang cenderung ingin memproklamirkan sebuah gerakan boikot di Jawa,
mungkin karena ide-ide Komunis yang berasal dari Rusia telah lama dilupakan,
atau mungkin ada semacam pelepasan mood Komunis yang besar di India yang bisa
menentang semua gerakan. Bagaimanapun juga kita dihadapkan pada pertanyaan:
apakah kita akan mendukung taktik ini, ya atau tidak? Dan seberapa jauh kita
akan mendukung?
Pan-Islamisme
adalah sebuah sejarah yang panjang. Pertama saya akan berbicara tentang
pengalaman kita di Hindia Belanda dimana kita telah bekerja sama dengan kaum
Islamis. Di Jawa kita memiliki sebuah organisasi yang sangat besar dengan
banyak petani yang sangat miskin, yaitu Sarekat Islam. Antara tahun 1912 dan 1916
organisasi ini memiliki sejuta anggota, mungkin sebanyak tiga atau empat juta.
Itu adalah sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang timbul secara spontan
dan sangat revolusioner.
Hingga tahun
1921 kita berkolaborasi dengan mereka. Partai kita, terdiri dari 13,000
anggota, masuk ke pergerakan popular ini dan melakukan propaganda di dalamnya.
Pada tahun 1921 kita berhasil membuat Sarekat Islam mengadopsi program kita.
Sarekat Islam juga melakukan agitasii pedesaan mengenai kontrol pabrik-pabrik
dan slogan: Semua kekuasaan untuk kaum tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum
proletar! Dengan demikian Sarekat Islam melakukan propaganda yang sama seperti
Partai Komunis kita, hanya saja terkadang menggunakan nama yang berbeda.
Namun pada
tahun 1921 sebuah perpecahan timbul karena kritik yang ceroboh terhadap
kepemimpinan Sarekat Islam. Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam
mengeksploitasi perpecahan ini, dan juga mengeksploitasi keputusan Kongres
Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa kata mereka
kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya
menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu
berlebihan bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah
kehilangan segalanya di dunia ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak
akan! Ini adalah cara seorang Muslim jelata berpikir. Para propagandis dari
agen-agen pemerintah telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik.
Jadi kita pecah. [Ketua: Waktu anda telah habis]
Saya datang
dari Hindia Belanda, dan menempuh perjalanan selama empat puluh hari .[Tepuk
Tangan]
Para anggota
Sarekat Islam percaya pada propaganda kita dan tetap bersama kita di perut
mereka, untuk menggunakan sebuah ekspresi yang popular, tetapi di hati mereka
mereka masih bersama Sarekat Islam, dengan surga mereka. Karena surga adalah
sesuatu yang tidak bisa kita berikan kepada mereka. Karena itulah, mereka
memboikot pertemuan-peretemuan kita dan kita tidak bisa melanjutkan propaganda
kita lagi.
Sejak awal
tahun lalu kita telah bekerja untuk membangun kembali hubungan kita dengan
Sarekat Islam. Pada kongres kami bulan Desember tahun lalu kita mengatakan
bahwa Muslim di Kaukasus dan negara-negara lain, yang bekerjasama dengan Uni
Soviet dan berjuang melawan kapitalisme internasional, memahami agama mereka
dengan lebih baik, kami juga mengatakan bahwa, jika mereka ingin membuat sebuah
propaganda mengenai agama mereka, mereka bisa melakukan ini, meskipun mereka
tidak boleh melakukannya di dalam pertemuan-pertemuan tetapi di masjid-masjid.
Kami telah
ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim - ya atau tidak?
Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita menjawabnya? Ya,
saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim,
tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim [Tepuk
Tangan Meriah], karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak
manusia! [Tepuk Tangan Meriah] Jadi kami telah mengantarkan sebuah kekalahan
pada para pemimpin mereka dengan Qur’an di tangan kita, dan di kongres kami
tahun lalu kami telah memaksa para pemimpin mereka, melalui anggota mereka
sendiri, untuk bekerjasama dengan kami.
Ketika
sebuah pemogokan umum terjadi pada bulan Maret tahun lalu, para pekerja Muslim
membutuhkan kami, karena kami memiliki pekerja kereta api di bawah kepemimpinan
kami. Para pemimpin Sarekat Islam berkata: Anda ingin bekerjasama dengan kami,
jadi Anda harus menolong kami juga. Tentu saja kami mendatangi mereka, dan
berkata: Ya, Tuhan Anda maha kuasa, tapi Dia telah mengatakan bahwa di dunia
ini pekerja kereta api adalah lebih berkuasa! [Tepuk Tangan Meriah] Pekerja
kereta api adalah komite eksekutif Tuhan di dunia ini. [Tertawa]
Tapi ini
tidak menyelesaikan masalah kita, jika kita pecah lagi dengan mereka kita bisa
yakin bahwa para agen pemerintah akan berada di sana lagi dengan argumen
Pan-Islamisme mereka. Jadi masalah Pan-Islamisme adalah sebuah masalah yang
sangat mendadak.
Tapi
sekarang pertama-tama kita harus paham benar apa arti sesungguhnya dari kata
Pan-Islamisme. Dulu, ini mempunyai sebuah makna historis dan berarti bahwa
Islam harus menaklukkan seluruh dunia, pedang di tangan, dan ini harus
dilakukan di bawah kepemimpinan seorang Khalifah [Pemimpin dari Negara Islam –
Ed.], dan Sang Khalifah haruslah keturunan Arab. 400 tahun setelah meninggalnya
Muhammad, kaum muslim terpisah menjadi tiga Negara besar dan oleh karena itu
Perang Suci ini telah kehilangan arti pentingnya bagi semua dunia Islam. Hilang
artinya bahwa, atas nama Tuhan, Khalifah dan agama Islam harus menaklukkan
dunia, karena Khalifah Spanyol mengatakan, aku adalah benar-benar Khalifah
sesungguhnya, aku harus membawa panji [Islam], dan Khalifah Mesir mengatakan
hal yang sama, serta Khalifah Baghdad berkata, Aku adalah Khalifah yang
sebenarnya, karena aku berasal dari suku Arab Quraish.
Jadi
Pan-Islamisme tidak lagi memiliki arti sebenarnya, tapi kini dalam prakteknya
memiliki sebuah arti yang benar-benar berbeda. Saat ini, Pan-Islamisme berarti
perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim Islam adalah
segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga Negara, ekonomi, makanan, dan
segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti persaudaraan antar
sesama Muslim, dan perjuangan kemerdakaan bukan hanya untuk Arab tetapi juga
India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti
perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi
juga kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan
kapitalisme secara keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia
di antara rakyat kolonial yang tertindas, menurut propaganda rahasia mereka –
perjuangan melawan semua kekuasaan imperialis di dunia.
Ini adalah
sebuah tugas yang baru untuk kita. Seperti halnya kita ingin mendukung
perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta
Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaaan imperialis. Karena
itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-Islamisme, dalam
pengertian ini?
0 komentar:
Posting Komentar